Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
KERAJAAN MAJAPAHIT
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290 , Singasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan , penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok . Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi [9] ke Singasari yang menuntut upeti . Kertanagara , penguasa kerajaan Singasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. [9] [10] Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi
besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu,Jayakatwang,adipati Kediri , sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja , Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya , menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik . Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit , yang namanya diambil dari buah maja , dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing. [11] [12] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing. Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana . Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe , Sora , dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir ( Kuti ), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. [12] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara , adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet , yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328 , Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk . Kejayaan Majapahit Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389 . Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada . Di bawah perintah Gajah Mada ( 1313-1364) , Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377 , beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang , [2] menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya . Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII- XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra , semenanjung Malaya , Borneo , Sulawesi , kepulauan Nusa Tenggara , Maluku , Papua , dan sebagian kepulauan Filipina [13] . Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah- daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja [14] . Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa , Kamboja , Siam , Birma bagian selatan, dan Vietnam , dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok . [14] [2] Jatuhnya Majapahit Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14 , kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara ( Perang Paregreg ) pada tahun 1405-1406 , antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450- an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468 [ 7] . Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi . Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 , yaitu tahun 1400 Saka , atau 1478 Masehi . Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi , raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana [15] . Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara . Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 , pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam , yaitu Kesultanan Malaka , mulai muncul di bagian barat Nusantara [16] . Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis ( Tome Pires ), dan Italia ( Pigafetta ) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus , penguasa dari Kesultanan Demak , antara tahun 1518 dan 1521 M [15] .
besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu,Jayakatwang,adipati Kediri , sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja , Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya , menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik . Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit , yang namanya diambil dari buah maja , dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing. [11] [12] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing. Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana . Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe , Sora , dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir ( Kuti ), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. [12] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara , adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet , yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328 , Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk . Kejayaan Majapahit Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389 . Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada . Di bawah perintah Gajah Mada ( 1313-1364) , Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377 , beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang , [2] menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya . Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII- XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra , semenanjung Malaya , Borneo , Sulawesi , kepulauan Nusa Tenggara , Maluku , Papua , dan sebagian kepulauan Filipina [13] . Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah- daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja [14] . Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa , Kamboja , Siam , Birma bagian selatan, dan Vietnam , dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok . [14] [2] Jatuhnya Majapahit Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14 , kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara ( Perang Paregreg ) pada tahun 1405-1406 , antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450- an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468 [ 7] . Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi . Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 , yaitu tahun 1400 Saka , atau 1478 Masehi . Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi , raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana [15] . Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara . Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 , pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam , yaitu Kesultanan Malaka , mulai muncul di bagian barat Nusantara [16] . Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis ( Tome Pires ), dan Italia ( Pigafetta ) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus , penguasa dari Kesultanan Demak , antara tahun 1518 dan 1521 M [15] .